Malam-Malam Kelam

37 comments
Malam-Malam-Kelam



Suara itu muncul lagi, memecah keheningan rutinitas siang hariku. Bagaimana bisa mereka sudah berkeliaran tepat pukul dua belas siang, pikirku. Gemerisik suara langkah kaki di antara dedaunan kering kian mengusik lelapku. Aku paksa bangun dan bergegas ke sumber suara. Namun, betapa bodohnya aku yang tetap mengikuti arah sumber suara, mengikuti derap langkah yang tak bisa kukira. Meski langkahku diam dan terus mengendap, mataku terus berputar di antara temaram mendung.  Kepalaku sedikit menengadah, menelisik kumpulan awan dari genting kaca kamar. Tumben sekali sinar matahari terhalau oleh rundungan para awan, pikirku.

Aku meraba kasur, mencari ponsel dan segera menyalakan tombol senter di layar. Lalu bergegas menapaki lorong-lorong tangga, penyeka lantai satu dan dua. Kuarahkan sinarnya ke sembarang arah ruangan yang kini menyapa mata. 

Ruang tengah tampak lengang sekaligus temaram. Namun, tetap saja tak berani kusentuh saklar yang jaraknya dekat dengan jendela ruang tengah yang berada di seberang itu, melewati ruangan seluas taman bermain ini. Langkahku terhenti tak jauh dari anak tangga terakhir. 

Sesaat kemudian suara kaki diseret itu mulai terdengar mendekat, seperti asalnya dari luar atau sudah berada di dalam, aku juga tak yakin. Aku hanya sanggup berjongkok. Kaki terasa membeku, tersangkut sesuatu yang itu hanya halusinasiku semata. Aku berkedip cepat sesekali, seirama degup jantung yang kian menjadi. Kukumpulkan keberanian untuk melongok kolong meja di sebelah kanan, tidak ada. Lalu sedikit menunduk, mengintip kolong lemari kayu di sebelah kiri yang membatasi ruang tengah dengan ruang tamu, tidak ada juga. Aku sedikit menghela napas, membuyarkan ketegangan atas pikiran aneh yang menyelimuti benakku. 

Suara itu masih di luar rupanya, untung saja aku mengunci semua pintu yang mengarah keluar.  Aku berusaha bangkit, berpegangan pada rak-rak sepatu di dekatku. Ada sedikit keberanian yang mencair dari balik kebekuan kaki. Aku melangkah menuju saklar lampu yang tak jauh dari jarak pandangku. Meski suasana temaram, aku berusaha mengendalikan indra mata dalam-dalam. Beberapa kali mencoba mengatur napas agar detak jantungku kembali normal. Aku berjalan dengan meraba beberapa benda di sekitarku seperti sofa dan lampu hias. Karena aku tak mungkin menyalakan ponsel yang sudah mati sedari tadi. Bodoh sekali aku, lupa mengisi daya baterai hingga lewat tiga hari, pekikku dalam hati.

Beberapa langkah mendekati saklar, kaki telanjangku menginjak sesuatu yang berlendir. Bukan bau anyir melainkan bau lumpur persawahan yang habis dipanen. Aku yang terlalu fokus pada sorot saklar berwarna terang, tidak memerhatikan keramik putih yang sedang kuiinjak. Mataku hampir lepas dari lubangnya saat mendapati beberapa bercak kaki besar berwarna cokelat yang masih belum kering. Kepalaku turut bergerak seirama kaki yang mengarah ke tiap jejak. Kali ini jantungku mencelus, mataku mengejan. 

Di depan mataku persis, jendela kayu yang tak pernah kubuka selama kepindahan, kini menganga lebar dengan bercak-bercak lumpur yang mulai kering. Lalu saat kuputar tubuhku 180 derajat, rupanya mereka telah di belakangku, memandangi tak jauh dari tempatku berdiri. Mereka menatap seperti hendak menerkamku.

Sial, aku terpelanting kaget, jatuh ke lantai dengan tubuh lebih dulu menabrak tembok. Dalam temaram itu derap suara langkah kaki berkuku tajam terdengar semakin mendekat. Peluhku makin tak karuan mengucur, membasahi kaos oblong putih bergambar kartun Carroline kecintaan. Mulutku terus merapal dalam diam. Batinku terus memohon pada Tuhan, selamatkan aku, kali ini saja. Napasku makin tersengal dan tak karuan. Detak jantung dan nadiku kian bergemuruh, meminta ditenangkan. Namun, aku tak bisa. Bagaimana ini! 

Lambat laun suara itu terdengar pelan dan menjauh bersamaan dengan ruangan yang bertambah gelap. Sepertinya aku tak sadarkan diri. Habislah sudah.

*** 

*Beberapa jam sebelum kejadian.*

Jemariku masih menari-nari di atas tumpukan beras putih, memainkan tiap butirnya sembari menunggu si empunya warung menawarkan bantuan. Telingaku beberapa kali bergerak, mendengar obrolan pagi buta itu. Dari suaranya, ada beberapa wanita paruh baya yang berdiri di belakangku, sedang asyik membicarakan sebuah berita pagi yang masih hangat.

Wanita yang satu sibuk bercerita tentang kejadian aneh dan yang satunya hanya sibuk berdehem. Mungkin sambil memanggut-manggut bak kepala ayam mengais makanannya.

“Semalam mereka tuh mulai bergerilya. Aku tahunya saat seseorang berusaha menggerakkan pagar rumah kami yang tinggi dan menimbulkan keributan kecil. Aku membangunkan suami yang saat itu sudah tertidur pulas. Kami langsung menyalakan lampu senter dan menyinari tiap sudut. Anehnya tidak ada sesuatu yang mengganjal. Mungkin mereka nggak sanggup menaiki pagar besi nan tinggi. Nah, tapi anehnya saat aku mengecek jemuran, ada satu set pakaian dalamku yang hilang. Padahal itu kesukaan suami. Wah, jaman sekarang memang edan. Nanti kalau aku dipelet gimana coba, Jeung!” 

Seorang ibu bersuara cempreng itu masih terus menyerocos dengan bahasa Jawa Tengah yang kental. Sesekali ia sisipi nada histeris. Kalau bisa kupraktekkan, mungkin gelagat tubuhnya bak ulat keket, meliuk-liuk. Otakku bekerja keras merespon bahasa mereka menjadi bahasa keseharianku seperti tadi. 

Bibirku mengerjap sesekali sembari mendengar celoteh asyik mereka. Sesekali aku sedikit memundurkan kepala, berusaha mendengar dengan lengkap berita hangat pagi itu. Di daerah kami, lucunya koran seperti tak diperlukan lagi. Cukup mendengar rapalan para ibu-ibu dari aneka rentang usia saja bisa mendapat berita. Entah berita baik atau buruk. Entah berita lama ataukah berita baru yang masih hangat-hangat tahi ayam. Ya pokoknya berita.

“Tau nggak, Jeung, anehnya pakaian dalam suamiku nggak diambil sama mereka. Hih, sebel!”

Bibir kecilku berusaha kukantupkan, menahan geli yang merambat dari perut terus ketengkuk hingga tertahan di bibir. Aku menahan dengan sekuat tenaga sembari berpikiran, kok bisa si Mereka itu memilih pakaian seperti itu dan mengapa harus bekas orang lain, ‘kan tinggal beli sendiri atau maling aja di toko busana, pikirku. Di tengah-tengah pikiranku yang geli, rambutku terus kusibak pelan, mencerna beberapa percakapan lucu selanjutnya.

“Dah lah, setelah ini aku mau minta dibelikan pakaian dalam yang baru sama suamiku. Sudah, besok-besok kalian jangan menjemur pakaian dalam di luar rumah dulu. Dikaitkan aja di pinggiran dinding dalam kamar mandi, dicantolan baju itu. Nanti lama kelamaan kering sendiri kok.”

Si Ibu bersuara cempreng tadi mulai terdengar menjauh langkahnya, setelah sebelumnya beberapa ibu di sebelahnya selesai berdehem dan mungkin sambil memanggut juga. 

Aku kembali ke posisiku awal, berdiri di dekat ember tumpukan beras. Sambil sesekali menggeleng pelan dan mengurai senyuman. Namun, betapa terkejutnya aku saat mendapati si empunya warung sedang berkacak pinggang di depanku, di balik beberapa ember tumpukan beras yang menjadi pembatas jarak kami.

“Hei, Bocah! Mau beli apa kamu? Diam saja di situ daritadi nggak ada omongan!”

Lah, tadi kan ramai pembeli di sini, gumamku. Kepalaku menoleh ke kiri dan kanan, serta menoleh ke belakang. Nihil, tak ada seorang pun.

“Hei, Nak! Ditanya orang tua malah nggak jawab dan hanya geleng-geleng kepala liat sekitar. Ibumu nyuruh kamu kemari untuk beli apa?” Kali ini si empunya warung kian meninggikan suara, padahal ruangan sekitar kosong hanya ada kami berdua. Sehingga suaranya menggema dan terdengar memekikkan gendang telinga.

“Tttadi–.”

*** 

-bersambung-

Semoga tidak kapok membaca kisahnya, ehe.

#ChallengeKomunitasODOP #OneDayOnePost

Note : Terima kasih telah menyempatkan membaca hingga akhir. Silakan jika ingin membagi isinya dan mohon disertakan sumbernya.
Sajian Kira
Ashry Kartika | Penulis Lepas di beragam proyek

Related Posts

37 comments

  1. Misteri dari awal, awalnya nebak tikus dan kucing, trus si ibu bilang bocah... Atau jangan-jangan ada tuyul. Antara tegang, penasaran dan lucu jadi satu. Next mbak... Asli penasaran.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wkw, iya ya bun, aku nggak terbayang tuyul malah. Karna biasanya tuyul nggak mewabah, ehe.
      btw terima kasih sudah mampir Bunda Tami :D

      Delete
  2. cerita misteri memang selalu menang di hati, hingga tebak tebakan pun menjadikannya seru, senang jika pada akhirnya tebakan kita benar, namun kadang twist ending membuat tercengang hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak, makasih udah diingetin plot twist, aku malah lupa challengenya harus pakai plot twist, aduh aduh..
      btw terima kasih sudah mampir Kak Maulina :D

      Delete
  3. Penasaran makhluk apa yang masuk ke rumah, makhluk jadi-jadian atau makhluk beneran, ko' ada obrolan seputar sempak yang ilang wkwkkwk ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. wkwk, akhirnya ada yang mendeteksi sem*ak wkw.,,
      ah terima kasih yang sudah berkunjung duhai tanpa nama :D

      Delete
  4. Alur ceritanya bikin penasaran pembaca,,,
    Harus ditunggu kelanjutannya,

    ReplyDelete
  5. Ee bentar... Ibu2 yg ngobrol itu kasat mata ga ya? Wkwk. Masih banyak teka-teki di sini, Bung! 😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ho oh mom, saya yang buat aja juga penuh teka-teki gimana nyelesainnya :D ehehe
      btw terima kasih mom Ilma sudah mampir :D

      Delete
  6. Can't wait cerita sambungan selanjutnya
    Semoga konsisten sampai kelulusan ODOP-nya Mbak Ashry

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yosh, iya Pak Yonal, ;D
      terima kasih juga sudah mampir :D

      Delete
  7. Walah.. Novelnya bagus mba.. Aku suka, seperti nya genrenya misteri eh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ehe, maaf kak ini cerbung :D, hehe alhamdulillah kalau ada yang suka tulisan saya :').
      btw terima kasih sudah mampir Mom Dita :D

      Delete
  8. Paling jago bikin orang penasaran nih... Seru nih kayaknya kalo ada plot twist nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih Pak Dokter :D iya di challengenya harus ada plot twist dan saya bingung mau dibikin twist gimana ehehe..
      btw terima kasih sudah mampir Pak Dokter Taufiq :D

      Delete
  9. Ahh Aku tak sanggup baca ceritanya kalau malam-malam. Untung Aku baca pagi nih, mba Asry paling pinter bikin latar yang terasa nyata banget gini. Kutunggu lanjutannya ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. akk, terima kasih Mom Yunita, :D Banyu Birunya Mom Yunita juga ngeri-ngeri sedep misteri :D
      btw terima kasih sudah mampir Mom Yunita :D

      Delete
  10. Teka-teki, misteri banget nih mb, duh ceritanya bagus, suka bacanya. Aliran emosinya kerasa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Pak Sugi :D, cerita Lelaki Tua tanpa Suaranya juga sukses bikin merinding pisannnn heuh :D
      btw terima kasih sudah mampir Pak Sugi :D

      Delete
  11. wah mbak arsy keren banget tahu gak sih kau membuatku mngeklik sampai part 4 lho ih aku ngeri nih kalo sendirian hahahahaha dasar aku nih. mbak kok bis asih nulis kayak gini ..ih berbakat uey

    ReplyDelete
    Replies
    1. akkk, mood sekali Mom Hamim nih :'D terima kasih Mom udah mau baca tulisanku yang nggak seberapa :( , nggak berbakat saya tuh Mom, cuma seneng baca dan tulis sekaligus berkhayal ehe..
      btw terima kasih juga sudah mampir ya Mom Hamim :D

      Delete
  12. TOLONG,,, aku baca ini pas malem hiks.
    tapi karena tuntutan, aku baca aja semua. merinding ih buat aku yang penakut. tegang banget, bagus nih ka, feelnya dapet.
    nanti-nanti aku bacanya siang ah..

    ReplyDelete
    Replies
    1. ehe maaf ya kak bikin merinding, besok-besok aku pindah lapak kok di watppad yang aman eheh.. btw terima kasih sudah berkunjung dan menyempatkan membaca meski kayak uji nyali yak kak Yulia :D

      Delete
  13. Duhhh,, aku baca dari awal sampai akhir merinding.. Paling anti liat film kayak gini, apalagi cerita gini.. Bikin imajinasinya kemana" deh..hahaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. akk, maaf Mom :( besok-besok pindah lapak kok tenang-tenang :(. Btw terima kasih Mom Fadmala tetep mau berkunjung :D

      Delete
  14. Penuh teka teki dan bikin dag dig dug. Mantaaaaps! Mana bacanya malam malam gini. Sendirian pula di rumah 🙈

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mantap lagi Kak, langsung terasa ya :D ehe, maaf ya Kak, besok pindah lapak kok :D
      btw terima kasih sudah menyempatkan membaca Kak Miela :D

      Delete
  15. Merinding disko nih mbak baca cerbungnya, feelnya dapet banget nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akk, terima kasih Mom Junitha :D
      maaf ya ganggu tulisannya, tapi terima kasih sudah mampir menyempatkan membaca Mom :D

      Delete
  16. Jadi ingat kejadian saat belum nikah dulu, kehilangan celdam ampe beberapa kali.. dan pelakunya.. eng ing eng.. wkkw

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wehhh, nah kan, sama Coach. Awalnya kukira terbang kena angin, tapi jadi creepy gitu eh :(
      btw terima kasih sudah mampir Coach Marita :D

      Delete
  17. Unik banget kisahnya flash back. Berasa nonton film wkwkwk. Anyway penasaran sama ibu2 yg nggosip itu hantu apa gmn. Trs siapa yg ambil jemuran. Trs siapa yg masuk jendela kuku panjang berlumpur :') tulung beri pencerahan wkakak penasaran

    ReplyDelete
  18. bwekeke, sebelumnya terima kasih Mom Widya sudah memberikan saya insight untuk menyelesaikan plot twist wkw :D
    Semua akan terjawab di episode 7 yang tayang malam ini wkwk,,
    terima kasih sudah mampir Mom :D

    ReplyDelete
  19. Woahhh... tokoknya anak kecil ya? Pas di akhir itu... kukira cewek dewasa loh.

    ReplyDelete
  20. Aku merasakan betul vibes misterinyaa.. Kerenn mbaa

    ReplyDelete

Post a Comment