Warmindo atau warung mie indonesia ini mulai menjamur.
Terkadang warmindo ini diartikan juga sebagai warung indomie bahkan di daerah
Jogja dan sekitarnya menyebutnya burjoan. Ada yang pernah ke sana?
Kami sebagai mantan anak kuliahan dan pegawai yang besar di
Jogja mengatakan bahwa Burjoan atau Warmindo ini sebagai salah satu penyumbang
bahan baku isi perut terbesar, aha.
Kenapa? Karena selain harga murah juga menunya jelas
mengenyangkan. Terlebih porsinya kadang jumbo. Jadi, nggak diragukan lagi bahwa
burjoan atau warmindo ini memang layaknya sahabat karib warga marginal.
Eits, tunggu dulu. Memangnya Warmindo atau Burjoan ini nilai
tambahnya apa sih kok bisa menjamur di banyak tempat? Atau memangnya memberikan
seporsi menu dengan harga murah si pemilik sudah untung kah?
Yok, kita bahas dikit berdasar kacamata anak-anak nongkrong
yang kadang diberi curahan hati oleh seorang mamang atau akang atau aa’
(panggilan biasa untuk penjual Warmindo atau Burjoan).
Menelisik Budaya Warmindo yang Minim Modal tapi Untung Besar
1.
Lahirnya Budaya Warmindo
Usaha ini pada awalnya bernama Warung Burjo atau Warung Bubur Kacang Ijo. Didirikan 2 tahun setelah Indonesia merdeka sehingga saat itu masih banyak ketidakstabilan politik maupun ekonomi dan sosial. Hal-hal tersebut juga mengakibatkan harga kebutuhan bahan pokok melambung mahal karena rupiah masih jatuh.
Banyak orang berusaha keluar dari situasi dengan mengerahkan beberapa perubahan seperti yang dicetuskan seorang Rurah Salim Saca (Lurah dalam Bahasa Sunda). Ia berasal dari Kuningan, Jawa Barat dan mengerahkan keterampilannya untuk membuat bubur kacang hijau dan memasarkan dengan cara disungging ke sekitar kampungnya.
Pada awalnya, bubur kacang ijo buatannya dibuat untuk dibagikan secara gratis. Rupanya testimoni warga yang mengicipi saat itu menyukainya. Maka, mulailah ia berjualan dari pagi hingga siang denga rute jalan Cigodeg-kebumen, terminal bus (sekarang Taman Kota), depan Masjid Agung Kuningan, pasar lama, pertokoan jalan Siliwangi, perempatan jalan Citamba, dan berakhir di pasar tradisional yang berdekatan dengan bekas gedung bioskop ciremai dan bekas Kantor Mapolres (sekarang jalan Langlang Buana).
Pada tahun 1950, ia baru memulai untuk membuka warung sederhana di Kota Kuningan. Hal ini memunculkan semangat para orang-orang di sekitarnya untuk turut membuka warung sederhana. Bahkan setelahnya beberapa orang berekspansi untuk membuka warung di kota lain seperi Jogja, Semarang, Jakarta, Solo, dan beberapa daerah lainnya.
Seiiring berjalannya waktu, ia tak hanya menampilkan bubur kacang hijau atau bubur ketan hitam saja, tapi lebih kreatif dan inovatif. Ia mengeluarkan menu yang mengenyangkan, cepat disajikan, maka muncullah mie instan bahkan nasi goreng, magelangan (nasi dan mie goreng dicamput jadi satu), nasi telur, dan nasi sarden.
Banyak juga yang beranggapan bahwa nama Burjoan lebih cocok diganti dengan Warmindo atau Warung Mie Indonesia atau Warung Indomie karena perkembangannya saat ini, menu burjo atau bubur kacang ijo telah dihapuskan. Padahal rasa burjonya benar-benar terngiang dan berbeda dengan rasa burjo-burjo lainnya. Uhu.
Dengan
mengusahakan burjo pada awalnya lalu berlanjut menjadi warmindo, maka bisa dikatakan
bahwa usahanya minim modal tapi untung besar. Bahkan beberapa warung pun sempat diberi apresiasi dari perusahaan
Indomie, PT Indofoof CBP dalam berbagai bentuk. Ada yang berupa tiket pulang
gratis, ada yang berupa sponsor, ada yang berupa potongan harga.
2. Kisah Lahirnya Salah Satu Usaha Burjoan di Jogja
Kami mengambil setting Jogja untuk detail perkembangannya karena kami besar dan tumbuh di lingkungan yang terkenal dengan slogan Kota Pelajar ini. Yay.
Namanya Burjo Bogorian yang terletak di Jogja dan telah berdiri sejak tahun 2017. Dan selama itu pula si Pemilik yang bernama Kang Ghobank ini telah jatuh bangun merintis usahanya. Bahkan sampai di tahun ini ia telah berhasil membuka 6 cabang Burjoan Bogorian.
Menurutnya, membuka usaha burjoan dan warmindo ini cukup menjanjikan dengan modal yang dikeluarkan sekitar Rp 70.000.000,- dan perhitungan omzet dalam 1 outlet kurang lebih Rp 120.000.000,-. Saat sebelum pandemi menghadang, selama 1 hari itu omzetnya meraup Rp 3.000.000,- hingga Rp 4.000.000,- per outlet. Dengan estimasi pengurangan Rp 2.000.000,- yang diperuntukan sebagai uang belanja karyawan, maka kurang lebih ada profit yang di dapat sebanyak 2 juta sekian. Wow!
Ia pun menambahkan bahwa BEP (break event point) atau balik modalnya kurang dari 6 bulan. Wow! Sungguh minim modal tapi untung besar.
Akan tetapi, saat pandemi menyerang ini rata-rata profitnya menjadi kisaran Rp 1.500.000 sampai Rp 2.000.000 dengan catatan warung buka 24 jam dan konsumen datang pergi setiap waktu. Dalam kondisi seperti itu, ia juga menceritakan bahwa keadaan pandemi belum seberapa seperti saat 3 bulan pertama buka.
Berkat jatuh bangunnya dulu di awal buka warung, yang juga ia sampaikan bahwa pernah menjual ponsel bahkan motor untuk menomboki operasional warung sampai di bulan ke 3 setelah pembukaan dikarenakan salah perhitungan, saat pandemi seperti ini ia jauh lebih siap.
Ia banyak berpesan, salah satunya untuk terus berinovasi dalam usaha.
“Ramai tidak menyerah, sepi tidak gelisah.”
Satu kalimat itu cukup mengena untuk kami dan para pengusaha terdampak pandemi. Ia mengatakan pula bahwa untuk terus sukses berjaya di usahanya, tetap harus menghadirkan Tuhan dalam hidup, dalam tiap bait doa serta harapan.
Meski digerus perkembangan zaman dan arus teknologi, burjoan sekaligus warmindo miliknya tetap berusaha bangkit dan terus berinovasi. Salah satu pesannya adalah buatkan tempat yang senyaman mungkin untuk konsumen dan jangan pula lupakan rasa khas yang tercipta meski hanya semangkuk mie instan. Menurutnya rasa ini yang akan membuat konsumen kembali ke tempatnya bahkan membuat mereka repeat order.
Ia juga menambahkan untuk tidak melupakan dimensi warna-warni harmoni dari semangkuk indomie. Ucapannya pun turut menagaskan bahwa se-fancy apa pun platting atau tempatnya, maka mindset konsumen akan berkata ah ini pasti harganya sama hanya mungkin akan ada rasa yang berbeda.
Menurut
kami, ulasan singkat Kang Ghobank cukup membawa pesan dalam. Tak heran jika
usahanya terus berkembang pesat bahkan sedang bersiap untuk membuka cabang lain
di daerah Bogor, Jawa Barat.
3.
Kisah Seorang Selebriti yang Membangun Warmindo di Jogja
Siapa tak kenal Arya Saloka, pemain utama di sinetron Ikatan Cinta ini? Ia berkolaborasi dengan temannya, Yuda Fjarin, membuka sebuah Warmindo yang terbilang masih baru di Jogja dengan mengusung tema kekinian. Namun, Arya tidak ikut dalam operasional karena tentu saja ia disibukkan dengan jadwal kesehariannya.
Berangkat dari kebiasaan keduanya yang suka nongkrong di warung kopi, maka jadilah Warmindo dengan nama BurjoBar ini. Lokasinya ada di Jalan Munggur, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta.
Kisaran harga makanan sekitar 7 ribu rupiah hingga 15 ribu rupiah. Tempatnya cukup nyaman dengan harga yang affordable di kantong terutama anak kuliahan. Karena konsep awal mereka adalah membuat cafe dengan harga burjoan dan menunya pun menu burjoan. Seperti nasi goreng, kopi sasetan, magelangan, indomie pastinya, serta aneka minuman lainnya.
Yuda juga mengatakan bahwa konsumennya
kebanyakan dari penggemarnya Arya Saloka yang bahkan asalnya pun dari banyak
daerah. Seperti dari Magelang, Semarang, Salatiga, Boyolali, Cilacap, Kendal, bahkan
Surabaya. Meski begitu, mereka tidak terlalu berharap untuk bertemu Arya.
4. Kisah Warmindo Fancy yang
Juga Nyaman untuk Dikunjungi
Kami ambil contohnya yakni Warunk Upnormal. Siapa yang tak tahu warunk ini? Pemiliknya mengemas dengan apik dan jelas fancy dari semangkuk indomie. Eits, meski menu utamanya sama dengan warmindo lainnya, tapi pilihan sajiannya sangat inovatif.
Indomie jadi naik kelas bukan dengan mengubah beberapa hal pendukung, maka kita akan merubah sudut pandang dari sekadar semangkuk mie instan. Ajib emang nih!
Selain tempatnya yang terbilang nyaman karena ada yang full ac untuk indoornya, juga wifi, serta ada beberapa permainannya seperti uno. Makin seru deh kalau nongkrong.
Meski harganya terbilang menengah dan lebih mahal daripada warmindo umumnya, tapi sesuai lah dengan rasa dan platting serta variatif menu.
Menurut penuturan Sarita
Sutedja, salah satu founder Warunk
Upnormal, usahanya ini difokuskan untuk anak muda milenial. Ia juga menambahkan
bahwa pemilihan nama menu yang unik dan mudah diingatkan juga menjadi faktor pendukung
ramainya outlet-outlet Warunk Upnormal yang sudah tersebar di semua pulau Jawa
meski hanya di kota-kota besar saja.
5. Kisah Warmindo Self Service yang Minim Modal tapi Untung Besar
Inovasi warmindo kekinian makin menjamur. Para penggiatnya berlomba-lomba menarik minat konsumen dari daya tarik yang unik. Seperti halnya dengan konsep warmindo satu ini yang berada di Palembang yang baru buka 23 Mei 2021 lalu.
Pemiliknya bernama Revi dan Kenro memang mengusung tema self serving dengan konsumennya dibebaskan untuk memilih varian mie, topping, bahkan minuman yang mereka inginkan.
Varian mienya ada sekitar 15
jenis dengan ragam kuah dan goreng. Toppingnya terdiri dari telur rebus, telur
mata sapi, keju, ayam suir, bakso sapi, sosis, kornet, dan bahkan sayur sawinya
gratisss. Untuk minumannya yakni minuman sachetan layaknya warmindo pada
umumnya.
Penataan yang apik serta diberi label nama makin mempermudah para konsumen untuk self serving. Sebuah konsep minim modal tapi untung besar yang bisa banget dikembang biakkan lagi.
Rentang harga untuk mienya saja sekitar Rp 6.000,- . Jika dengan topping kisaran harganya dari Rp 2.000,- hingga Rp 5.000,- rupiah saja.
Karena keunikannya dan hasil
dokumentasi yang disebar di media oleh beberapa konsumen, konsep Warmindo Truck
ini makin dikenal banyak orang bahkan juga ditiru oleh beberapa pengusaha warmindo
lainnya.
6.
Kisah Lahirnya Warmindo di Beberapa Tempat yang Minim Modal
tapi Untung Besar
a.
Kisah Warmindo di daerah Tangerang
Pemiliknya bernama Dadang dan mengatakan bahwa modal pertamanya berasal dari hasil menguli pertamanya di tahun 1982. Ia menambahkan bahwa modal awal total ada sekitar Rp 25.000.0000,- hasil gaji ngulinya.
Melalui Warmindo yang letakknya di Taman Tekno BSD City Tangerang ini, ia berhasil menyekolahkan 2 anaknya hingga lulus. Ia juga turut membantu 3 orang yang menjadi karyawannya. Menurutnya perkembangan warmindonya sangat bangus dan jelas modal awal sudah balik dan bahkan lebih dari apa yang ia bayangkan.
Ia juga menambahkan bahwa omzet seharinya bisa mencapai Rp. 1.500.000,-
b.
Kisah Warmindo di daerah Serpong
Pemiliknya bernama Ade dan mengelola dengan istrinya saja. Ia mengatakan bahwa modal awalnya sekitar Rp 500.000,- dan membuka usahnya dari tahun 1989. Ia mampu menjual 2 hingga 3 kardus indomie setiap harinya. Dan dari situ, ia mendapatkan omzet Rp 300.000,- sampai Rp 400.000,- lebih untuk tiap harinya.
Menurutnya juga, meski banyak warung makan di luar sana, tapi warmindo masih menjadi pilihan banyak orang untuk disinggahi. Bahkan warmindonya bisa dikatakan tidak pernah sepi konsumen.
c.
Kisah Warmindo di daerah Palmerah
Pemiliknya bernama Yadi dan telah berjualan sejak tahun 2008. Ia mengatakan bahwa dari hasil penjualan indomie di warmindonya, ia telah berhasil membangun sebuah rumah di kampung halamannya.
Ia pun menuturkan lagi bahwa pendapatan per bulannya bisa mencapai Rp 12.0000.000,- dengan catatan ia masih harus membayar uang sewa tempat dan membayar gaji 5 orang karyawannya. Per harinya bisa dikatakan ia mendapatkan profit Rp 400.000,-.
Namun, di samping profit yang menggiurkan, rupanya tetap saja ada kendala seperti penuturannya yang mengatakan bahwa ia juga terlilit kesulitan untuk memutarkan uang karena banyaknya konsumen yang mengutang padanya.
7. Penyebaran Warmindo, Usaha yang Minim Modal tapi Untung Besar
Pada bulan Juni 2018 tepatnya
saat mudik bersama, PT Indofood CBP Sukses Makmur telah menemukan 1.700
Warmindo di Yogya. Hanya selisih 100 warung dari tahun sebelumnya yang tentunya
jauh lebih sedikit. Menurut Branch
Managernya, jumlah Warmindo di Yogya jauh lebuh banyak daripada di
Semarang. Lalu bayangkan di tahun 2021 sudah sebanyak apa Warmindo yang ada.
Hampir sering kita temukan di sepanjang jalan warmindo-warmindo ini. Jaraknya
pun bahkan berdekatan.
8. Penutup
Mie instan kian merajai produk-produk di etalase toko sampai di rak-rak dapur bahkan naik kelas dalam kemasan resto fancy. Salah satu merek yang dengan konsisten dipakai oleh para pengusaha warmindo adalah merk dagang Indomie. Ya tentunya seperti nama warungnya, Warmindo. Ehe.
Ohya, Indomie ini sudah diakui oleh negara lain sebagai merk mie terenak loh. Beberapa pakar survei produk seperti Lucas Kwan Peterson juga mengatakan bahwa perpaduan harmonis dari mie dan bumbu-bumbu di dalamnya yang menjadi kesukaan lidah hampir setiap orang.
Indomie telah diekspor ke
lebih dari 60 negara. Seperti Australia, Selandia Baru, Irak, Papua Nugini,
Hongkong, Timor Leste, Yordania, Arab Saudi, Amerika Serikat, Taiwan, Timur
Tengah, Asia, beberapa negara di Eropa, dan bahkan Afrika.
Bahkan masyarakat Nigeria
mengonsumsi indomie sebagai makanan pokok. Banyak ditemukan beberapa berita
perihal ini seperti beberapa waktu lalu indomie digunakan sebagai pemancing
agar orang-orang Afrika mau vaksin. Bahkan indomie juga digunakan sebagai
seserahan pernikahan di sana.
Sungguh menelisik budaya warmindo yang minim modal tapi untung besar membuat kami membuka sudut pandang selebar-lebarnya dari semangkuk mie instan. Beberapa orang melihat mie instan sebagai camilan di tempat nongkrong. Beberapa lainnya mengonsumsi ini sebagai penyambung hidup karena harganya yang terjangkau sekaligus mengenyangkan. Bahkan beberapa lainnya mengonsumsi sebagai makanan pokok bahkan ingin menglaim sebagai makanan khas negaranya.
Melihat dari banyak sudut pandang, rupanya budaya warmindo ini menjadi budaya yang penuh keberkahan dan mendatangkan kebahagiaan. Bahagia karena perut kenyang serta bahagia karena cuan banyak datang.
Jadi, dari menelisik budaya
warmindo yang minim modal tapi untung besar, sobat Sajian Kira dapat insight
apa? Jangan-jangan insight mau buat mie instan ya, hayooo ngaku :D!
Sumber :
https://phinemo.com/menjamur-di-jogja-warung-burjo-berasal-dari-kota-kuningan/
https://mediaini.com/bisnis/2020/08/31/35635/bisnis-warmindo-modal-kecil-untung-besar/
https://tirto.id/cara-normal-warunk-upnormal-menu-pinggir-jalan-bidik-milenial-cXTA
wah, keren banget reviewnya mb. lengkap dan detail!
ReplyDeletebtw, inovatif banget ya warmindo truck. itu bis apindah-pindah gt ya jualannya??
benar-benar menggugah selera ya mbak, jadi punya gambaran baaimana semangat mereka mmbangun usaha. cerdas dalam meilih menu. dan akupu jadi tahu istilah warmindo. rerata, inginnya harga murah porsinya mewah. good job mbak
ReplyDeleteWaahhh,, aku kagum banget sama warmindo ini.. Tak hanya warga Indonesia saja yang suka makan di warmindo.. Bahkan Youtuber asal korea Hari Jisun saja suka makan di warmindo.. Dan omset warmindo ini ternyata diluar perkiraan nih :D
ReplyDeleteWaah aku yg kudet ini jadi tercerahkan tentang warmindo..wkwk
ReplyDeleteBaru kemarin2 pas di jalan itu liat banyak warmindo...aku cuma mbatin aja..hehe
Pas banget baca ulasan mb asri yg lengkap banget...
ternyata banyak jenis warmindo yaa, belum pernah nemuin yg pake truck gitu nih mbak, seru kayaknya ya..
ReplyDeletekalau aku paling suka buatan di warung2 kaki lima yang pake arang gitu masaknya, cita rasanya lebih enak..
Auto lapar nih, hujan-hujan baca ginian... Makasih ya mbak sudah menyajikan warmindo yang komplit gini
ReplyDeletePernah membaca kalau di Afrika (kalau ga salah) salah satu negara yang sangat menyukai indomie. Bahkan dalam acara besar indomie jadi sajian wajib. Btw ternyata warmindo ada sejarahnya ya
ReplyDeleteSeru banget bacain sislsilah warmindo di berbagai daerah. Bahkan di kota kelahiran aku juga ada warmindo. Baru tahu singkatan warmindo adalah warung indomie.
ReplyDeleteIndome emang nampol dimana-mana. Yang lain boleh di tolak, tapi tidak dengan Indomie. Ahay! Soto Medan satu!
Baru tau kalau banyak jenis dari warmindo mbk. Biasae taunya ya warung2 biasa macam burjo atau kayungyun itu😆. Keren nih, inovasinya pake truk segala.
ReplyDeleteOmsetnya MasyaAllah sekali y mbk. Keren dah emang budaya warmindo ini. Makasih sudah menuliskannya Mbak ❤
masya allag lengkap amat mbak. mulai daria wla hingga kekinian. hahaha akupun sejujurnay saat awal kemunculan warung up normal mikir kok ada ya sekelas resto kan ya menjual mie hwakakka bermerk lagi mie instannya rupanya dari ulasan ini aku jaid ngerti.
ReplyDeleteaku gak memungkiri bahwa modal pebisnis makanan kalo jadi bisa 100% utnungnya. keluargaku soalnya pebisnis makanan tapi ya lagi2 pandemi menjadi alsan ludesnya perekonomian para pbisnis kecil macam kami yang mengandalkan omset harian
semoga pandemi segra berakhir .aamiin
ya ampun bisa cakep gini ulasan sejarahnya warmindo, aku kaget loh tadi ada artis koreya nongkrng di warmindo wkwkwk
ReplyDeletembaaa aku jadi kangen jogja yaaa ampuuun nyebutin nama-nama tempatnya aja udah bikin deg gitu wkwkwk
ReplyDeleteburjo tempat makanku banget waktu kuliah hahaha apalagi kalo malam2 laper cuuusss burjo kangen mie dog dognya jugaaaa
tapi skrg udah banyak variasinya ya
Aku baru dengee istilah warmindo mom. But hey teenyata ini burjo yg selalu ak kunjungi pas jd anak kuliahan hahahahahahah burjo yg harganya terjangkau biasanya sekitaran kampus. Nah menu favoritku mie dog dog. Kalau bikin sendiri ga seenak beli hahaha. Makasih ya infonya mom, jd makin tau ttg seluk beluk warmindo ini
ReplyDelete