Sepeninggal Hemu

Post a Comment




Aloha, postingan kali ini sedikit berbeda. Kami menyelipkan sebuah cerita di deretan postingan blog Sajian Kira. Sepeninggal Hemu, merupakan monolog dari kehilangan kucing kami yang bernemu Hemu, beberapa waktu lalu.

Memelihara merupakan 'kesalahan' berat di hidup kami, terutama memelihara kucing. Selain perbuatannya yang suka usil, bulunya pun kadang tersebar terbang di udara, turun di sembarang tempat. Ibu kami melarangnya karena hal itu.

Lalu suatu ketika seekor kucing datang pada kami. Kata pemiliknya, ia peranakan persia dan angora. Ah kami tak tahu apa bedanya. Yang jelas itu kucing. Bukan macan, ataupun harimau.

Singkat cerita kucing ini mulai tinggal di tempat kami karena usut punya usut si pemilik ingin berhenti punya kucing dan berhenti memelihara. Jadi, semua kucing yang dari ukuran dewasa sampai kecil pun dia bagi ke beberapa teman terdekatnya.

Bagi kami, kehadiran personil baru menjadi sebuah keberkahan sendiri kala itu. Tingkah gemasnya membuat kami geleng kepala, bagaimana bisa makhluk yang dicintai Rasulullah ini tidak boleh dipelihara di tempat orang tua kami dulu (posisi saat ini kami tinggal jauh dari orang tua).

Hari berganti, dari ia kecil diberi nama Hemu lalu menjadi besar dan dewasa. Hemu kawin dengan kucing-kucing kampung lainnya dan memiliki keturunan. Bahkan di usia kucing yang sekarang mungkin sekitar 30an tahun untuk umur kucing, ia sudah memiliki cucu. Wow.

Namun, beberapa waktu lalu saat di pagi hari, ia harus kembali menghadap Ilahi. Hemu ditemukan tak bernyawa di teras rumah saat pagi belum menjelang. Ibu kami menemukannya saat membuka pagar rumah, karena memang kebiasaan Hemu adalah bermain hingga pagi (kucing dewasa macam apa kamu, Hemu, keluyuran malam-malam, ckck). Oiya sekadar informasi, Hemu adalaha seekor kucing oren dengan jenis kelamin laki-laki. Maka tak heran kalau dia sering dugem, ah main sampai malam.

Pagi itu, kami serumah histeris melihat tubuh kaku dengan moncong penuh darah. Ah, selanjutnya kami tidak tahu bagian mana yang terluka karena tak sanggup melihatnya. Bapak kami mengambil alih, membungkusnya ke dalam kantong plastik dan membawa ke belakang rumah. Ia menggali tanah-tanah gempur di antara pepohonan rindang di sana, membuat lubang yang cukup untuk menyemayamkan dengan layak seekor kucing kebanggaan kami bernama Hemu. Kucing pertama bagi kami yang memberikan energi positif di sekelilingi kami.

Selamat jalan kawan, bertemu di surga ya nanti :)



Note : Terima kasih telah menyempatkan membaca hingga akhir. Silakan jika ingin membagi isinya dan mohon disertakan sumbernya.
Sajian Kira
Ashry Kartika | Penulis Lepas di beragam proyek

Related Posts

Post a Comment