4 Cara Menyampaikan Kritik dan Saran pada Sebuah Hidangan

Post a Comment
4-cara-menyampaikan-kritik-dan-saran-pada-sebuah-hidangan


Aloha Sobat Sajian Kira, weekend ini ada acara kemana nih? Kami mau bisikin sesuatu tentang sebuah cerita dari meja seberang yang tampak saling bersitegang. Masalah utamanya hanya kesalahpahaman. Mungkin ‘hanya’ bukan kata yang tepat digunakan. Namun, melihat situasi dan kondisi tempat makan yang ramai dan tidak boleh saling himpit atau bersinggungan, jadilah ada pemicu sesuatu untuk bersitegang. 
Nah, melalui artikel ini kami mau membisikkan 4 cara menyampaikan kritik dan saran pada sebuah hidangan.

Let’s jump to the article!:D

4-cara-menyampaikan-kritik-dan-saran-pada-sebuah-hidangan



1. Kendalikan Diri

Huh, tak bisa dipungkiri bahwa saat kita sebagai konsumen mendapat pelayanan yang kurang maksimal lalu respon yang akan muncul di benak kita adalah, “Kok gini sih!” “Nggak worth it!” “Nggak enak!” “Ogah ke sini lagi!” dan sebagainya.

Di antara sobat Sajian Kira pasti pernah kan, kami pun juga. Hal ini sih boleh-boleh aja, asalkan tau tempat dan norma yang berlaku.
Oya, ada beberapa hal yang harus dikendalikan dari dalam diri saat mengalami hal yang tidak mengenakan seperti seruan di atas. 
Hal-hal berikut disarankan untuk tidak dilakukan.

a. Jangan membuat kegaduhan

Sebuah keluhan tidak akan pernah didengar bila disampaikan dengan kasar dan sikap menjengkelkan. Terlebih konsumennya berbuat gaduh seakan bertindak seenaknya. 

Hal ini termasuk respons main hakim sendiri dari konsumen terhadap si pelayan. Menyumpah serapah karena hidangan tidak layak–menurutnya–padahal tugas pelayan hanya melayani, bukan mengolah hidangan. 
Seharusnya limpahkan kritik tersebut pada yang berwenang, misalkan pada chefnya langsung atau melalui manajer restoran/tempat makan, tentunya dengan menjunjung norma kesopanan.

Kegaduhan juga bisa memicu konsumen lain merasa terusik kenyamanan dalam bersantap. Bisa jadi konsumen lain yang merasa terusik memviralkan kejadian tersebut di media sosial dan berakhir menjadi bumerang bagi si pembuat kegaduhan.

b. Bersikap kurang bijak dan tidak tepat

Berteriak dengan nada kasar pada pelayan agar mereka segera merespon, tentunya bukan tindakan yang baik dan benar. Pelayan tidak hanya melayani kita seorang, tapi banyak orang sekaligus di waktu yang berdekatan. 

Dengan meneriakkinya ditambah ujaran tidak mengenakan tentunya akan menyorot pandangan orang lain atas tindakan yang kita lakukan barusan. Di samping itu, tata krama dan norma sopan santun yang membudidaya di masyarakat pun menjadi tercoreng akibat ulah kurang bijak itu.

c. Memviralkan sesuatu yang kurang pantas

Perkembangan media sosial di era global seperti saat ini memang mempermudah gerak tapi juga bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri. 

Sesuatu yang diviralkan di media lebih cepat sampai di masyarakat dan mereka langsung menilai tanpa dasar kejelasan dan kelengkapan informasi yang berakhir dengan ‘hoax’.

Menulis ulasan negatif di media online lalu membuat hal itu viral dengan mengadu pro dan kontra, tentunya kurang bijak juga. Meski tujuannya menyelamatkan para calon konsumen, tapi tanpa disadari bagai pisau belati, mampu merugikan kredibilitas pihak restoran/tempat makan.

d. Menolak untuk membayar tagihan

Setelah esmosi meronta bahkan terkadang kebun binatang keluar, yang terakhir biasanya dilakukan adalah tidak mau membayar tagihan makanan. Padahal pihak restoran telah memberikan solusi dengan mengganti makanan yang dipesan agar sesuai keinginan. Tak jarang bahkan mereka memberikan solusi dengan menggratiskan untuk menu yang dikeluhkan.

Namun, lagi-lagi ada konsumen iseng yang bersikeras tidak mau membayar seluruh tagihan karena semua hanya dimakan separuh. 

e. Melemparkan menu 

Saat kami menulis ini, ingatan kami terbang ke sebuah momen di mana kejadian kurang mengenakkan terjadi. Seorang tamu yang melemparkan sisa hidangan pada pelayan karena dirasa tidak enak atau si pelayan melakukan hal yang kurang terpuji saat melayani konsumen.

Lagi, lagi, kami sebagai pihak di balik layar hanya menerimanya meski sudah membuktikan bahwa pihak kami telah sesuai prosedur yang terjalin selama bertahun-tahun lamanya. Lagi-lagi atas nama ‘komitmen pekerjaan’ lah yang kami pegang sebagai cambuk dari kejadian ini.

Kembali lagi ke 4 cara menyampaikan kritik dan saran pada sebuah hidangan :D.

2. Biarkan Pelayan Tahu Cerita Utuhnya

Saat menyampaikan keluhan, bisa dengan menceritakan kronologis cerita yang utuh saat kejadian berlangsung. 

Biasakan dengan menampilkan sisa 80% tampilan hidangan–dari awal–agar pihak konsumen dan resto tahu secara kongkrit titik permasalahan. Jika hidangan sudah dicampur dan diacak-acak, pihak restoran/tempat makan pun merasa sangsi akan keluhan konsumen.

Misal saat di tengah membelah nasi yang panas ada rambut hitam terselip. Si konsumen langsung memanggil pelayan dan menjelaskan kronologis kejadian. Ia juga menjelaskan secara detail mengapa ia mengeluhkan hal tersebut serta mampu memberikan solusi selain hanya kritik yang dilontarkan semata.

Jika benar memang kelalaian petugas kitchen, maka ada kebijakan khusus dari pihak restoran yang tetap memuliakan konsumen.

Pengunjung restoran/tempat makan yang meninggalkan 'tanda' saat hidangan selesai dinikmati juga merupakan bentuk apresiasi atas pelayanan yang diterima.

Hal ini terlihat dari sisa makanan di piringnya. Jika masih banyak, besar kemungkinan dia tidak suka.
Bahkan ada hadits yang mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah mencela makanan. “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sekali pun. Apabila beliau berselera (suka), beliau memakannya. 
Apabila beliau tidak suka, beliau pun meninggalkannya (tidak memakannya).” (HR. Bukhari no. 5409 dan Muslim no. 2064).

Oiya, posisi alat makan dalam mengakhiri hidangan juga dapat digunakan sebagai tanda kritik pada restoran selain menyampaikannya secara langsung.

ungkapan-konsumen-melalui-posisi-garpu-pisau-dan-sendok


Meletakkan garpu dan sendok atau pisau membentuk segitiga terbuka (baik menghadap ke atas atau ke bawah) sebagai pertanda bahwa konsumen sedang menyelesaikan santapannya meski mereka sedang tidak di tempat saat itu entah pergi ke toilet atau ada urusan mendadak lain.

Meletakkan garpu dan pisau atau sendok saling tumpang tindih membentuk tanda plus juga mengisyaratkan bahwa si konsumen menunggu atau siap menerima hidangan selanjutnya.

Meletakkan garpu dan pisau atau sendok secara melintang dan sejajar mengisyaratkan bahwa hidangan yang nikmat rasanya. 

Meletakkan garpu dan pisau atau sendok secara membujur dan sejajar menandakan bahwa konsumen telah selesai menyantap dan alas makan siap dibersihkan.

Meletakkan garpu dan pisau atau sendok dalam posisis menyilang dan tumpang tindih menandakan makanan kurang nikmat rasanya atau konsumen kurang menyukai hidangan. (Padahal kami sering melakukan ini saat mengakhiri santapan suatu hidangan, setelah tahu materi ini respon kami adalah saling tertawa melihat kekonyolan di masa lalu, aha.)
 

3. Jelaskan dengan baik dan sopan

Tak bisa dipungkiri bahwa mendahulukan adab baru ilmu memang layaknya peraturan mutlak. Keluhan yang disampain dengan baik dan sopan biasanya akan tepat sasaran, mengurangi miss communication.
Dua norma ini–kebaikan dan kesopanan–merupakan hal yang melekat dan mendasar dalam budaya kita terutama.

Jika keluhan disampaikan dengan tepat, dan mengedepankan norma kebaikan serta norma kesopanan, niscaya akan terjalin hubungan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Biasanya pihak restoran/tempat makan juga sudah menyediakan tempat pengaduan jika ada sesuatu yang membuat konsumen kurang berkenan. Biasanya dalam bentuk kotak saran/kritik secara offline, diletakkan di sudut-sudut tertentu biasanya dekat kasir. Atau juga kotak saran/kritik secara online di media sosial mereka.

4. Saling Memahami

Setelah semua hal dilalui dan konsumen mendapat feedback–baik yang sesuai atau pun yang ala kadarnya–tetaplah memahami bahwa manusia itu jauh dari kata sempurna. Saling memahami adalah kunci segalanya.

Memahami bahwa tugas pelayan hanya melayani dengan sebaik mungkin sehingga konsumen merasa aman dan nyaman saat menyatap hidangan. Memahami bahwa para chef menginginkan tiap masakan yang keluar dari lorong mereka merupakan masakan terbaik yang dihidangkan.

Memahami bahwa pihak restoran menginginkan kepuasan pelanggan dan membuat konsumen loyal yang kembali menyantap hidangan mereka.

Namun, kembali lagi entah itu restoran bahkan kaki lima sekali pun, sifat saling memahami merupakan salah satu sikap kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi agar terjalin keharmonisan dalam bermasyarakat.

Semoga ulasan 4 cara menyampaikan kritik dan saran pada sebuah hidangan dapat membantu Sobat Sajian Kira ya :D! Salam kuliner :D!



Note : Terima kasih telah menyempatkan membaca hingga akhir. Silakan jika ingin membagi isinya dan mohon disertakan sumbernya.
Sajian Kira
Ashry Kartika | Penulis Lepas di beragam proyek

Related Posts

Post a Comment